Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tata Cara Sholat Berjamaah dan Syaratnya

Pengertian sholat berjamaah - Sholat berjamaah adalah hubungan dan ikatan dalam sholat antara imam dan makmum. Oleh karena itu, dalam praktiknya harus terdiri dari setidaknya dua orang, satu sebagai imam dan yang lainnya sebagai jamaah.

Hikmah yang terkandung dalam shalat berjamaah adalah menjalin tali persaudaraan, merajut benang cinta dan mempererat tali silaturrahmi antar sesama muslim tanpa membeda-bedakan status sosialnya, dan masih banyak lagi hikmah yang terkandung di dalamnya.

Tata Cara Sholat Berjamaah dan Syaratnya


Hukum Sholat berjamaah

Hukum shalat berjamaah adalah sunnat muakkadah (sangat dianjurkan), berdasarkan firman Allah:

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ [النساء : 102]

Artinya: Dan jika kamu berada di tengah-tengah qoum, kemudian kamu mendirikan shalat untuk mereka, maka hendaknya rombongan dari qoum itu ikut mendirikan shalat bersama kamu (QS. An-Nisa':102)

Dan hadits Nabi Muhammad SAW :

صَلاَةُ الجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً { متفق عليه }

Artinya: shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan selisih 27 derajat. (Muttafaq 'alaih)

Dalam hadits disebutkan bahwa shalat berjamaah memiliki dua puluh tujuh derajat dibandingkan dengan shalat sendirian. Derajat yang dimaksud disini adalah keutamaan atau yang biasa disebut fadhilah. 

Pada kenyataannya, fadhilah terbagi menjadi beberapa sunnah yang hanya terdapat pada jamaah. Fadhilah dapat diperoleh seseorang selama ia tercatat mengikuti jamaah, atau dengan kata lain, selama ia tidak melewatkan salam pertama imam.

Baca: syarat sah berjamaah

Syarat menjadi makmum

  1. Niat berjamaah
  2. Jangan mendahului tempat imam
  3. Mengetahui pergerakan imam
  4. Berkumpul di satu tempat
  5. Tidak ada Fuhsy al-mukhalafah (perbedaan yang sangat mencolok antara shalat imam dan jamaah)

Deskripsi dan Pelaksanaan Teknis Berjamaah

Niat Berjamaah

Niat berjamaah harus disebutkan oleh jemaah bersama-sama dengan Takbiratul Ihram. Pada prinsipnya yang terpenting dalam niat berjamaah adalah niat (tujuan) untuk menghubungkan shalat berjamaah dengan shalat imam. Ada berbagai macam bentuk niat berjamaah, yaitu: niat berjamaah, niat mengikuti imam, niat sholat bersama imam, niat berjamaah, dll. 

Contoh :

Artinya: Saya niat sholat maghrib tiga rakaat menghadap kiblat, berjamaah karena Allah Ta'ala.

Jangan mendahului tempat imam

Patokan dalam hal ini adalah tumit, bukan jari kaki, dalam artian tumit maksimal tidak boleh berada di depan tumit imam. Jika hanya sejajar, hukumnya makruh tetapi tidak membatalkan shalat.

Adapun letak imam dan makmum yang dianjurkan saat ditetapkan jamaah adalah sebagai berikut:

Ketika makmum hanya seorang pria

Jika hanya ada satu orang, maka berdirilah di sisi kanan imam dengan sedikit ke belakang, sampai jari-jari kakinya berada di belakang tumit imam.

Kemudian ketika jamaah kedua datang, maka jamaah ditempatkan di sisi kiri imam dengan sedikit mundur seperti yang pertama, kemudian setelah takbir, kedua makmum itu membuat shof (baris) di belakang imam. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara: makmum mundur pada saat yang sama atau imam maju

Jika jamaahnya lebih dari satu dan berkumpul, mereka harus segera membentuk barisan kanan dan kiri di belakang imam (bukan di samping imam).

Saat makmum satu-satunya perempuan

Baik hanya satu orang atau lebih, disunat di belakang agak jauh dari imam.

Ketika makmum terdiri dari laki-laki dan perempuan

Urutan imam adalah sebagai berikut:

  1. Anak laki-laki (dewasa dan anak-anak)
  2. Huntsa (banci – jika ada)
  3. Wanita

Mengetahui pergerakan imam

Pergerakan imam yang dimaksud adalah perpindahan rukun fi'li imam. Untuk mengetahui pergerakan imam dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara langsung misalnya melihat imam (saat jemaah tidak jauh dari imam), atau secara tidak langsung asalkan makmum yakin dan dapat membedakan rukun fi'li yang sedang dijalani imam. Misalnya melihat jamaah lain atau mendengarkannya suara imam atau dengan bantuan mediator, seperti mendengarkan suara muballigh (perantara suara imam), suara imam dari speaker atau melihat tampilan sholat imam dari monitor dll.

Imam dan Makmum tidak bersama dalam satu masjid.

Secara rinci, ada tiga bentuk:

  1. Imam di masjid, jamaah di luar masjid.
  2. Imam di luar masjid, jamaah di masjid.
  3. Imam dan makmum sama-sama di luar masjid.

Ini dapat dianggap sah jika:

  • Jarak antara imam dan jamaah tidak lebih dari 144 m.
  • Tidak ada ha'il (penghalang) yang mencegah melihat imam atau berjalan ke posisi imam, kecuali ada rabit (penghubung) di tengah ha'il
  • Tidak ada Fuhsy al-mukhalafah (perbedaan yang sangat mencolok antara imam dan jamaah)

Hakikat jama'ah adalah mutaba'ah, artinya makmum harus selalu mengikuti imam dalam melakukan atau tidak melakukan suatu pekerjaan. Selain itu, pekerjaan yang dilakukan oleh makmum harus setelah pekerjaan imam dengan rentang waktu yang tidak panjang. 

Oleh karena itu, jika jamaah melakukan pekerjaan yang terkesan tidak sesuai dengan imam, maka jamaah batal karena mutaba'ah yang tepat tidak ditetapkan.

Hal-hal yang menyebabkan Fuhsy al-mukhalafah (tidak rukun dalam jama'ah yang sangat mencolok) adalah:

Terlambat mengikuti gerak imam melebihi dua rukun fi'li (rukun berupa gerakan) berturut-turut, padahal rukunnya pendek dan dalam hal ini penundaan jamaah tanpa alasan.

Contoh: Imam telah turun untuk melakukan sujud, sedangkan makmum masih berdiri (tidak rukuk dan i'tidal)

Terlambat mengikuti gerak imam lebih dari tiga rukun panjang, karena ada udzur.

Contoh: Imam sudah berdiri pada rakaat kedua, sedangkan makmum masih berdiri pada rakaat sebelum imam (ketinggalan rukuk, sujud pertama dan sujud kedua).

Mendahului imam lebih dari dua rukun (walaupun rukun pendek).

Contoh :Imam masih berdiri, makmum sudah turun untuk sujud (mendahului rukuk dan i'tidal)

Imam masih berdiri, jamaah sudah rukuk tetapi ketika imam hendak rukuk, makmum sudah sujud (tidak bersamaan dengan imam dalam rukuk dan i'tidal)

Melakukan atau tidak mengerjakan sunnat fi'li (gerakan sunnah) tertentu sehingga tampak tidak ada keselarasan yang mencolok antara imam dengan makmum. Sunnat fi'li yang adalah tahiyyat awal, qunut dan sujud tilawah (baca: bacaan sujud tilawah). 

Namun menurut mu'tamad (yang bisa dijadikan pedoman), sunnah di atas tidak secara mutlak membatalkan shalat berjamaah jika tidak sama dengan imam, tetapi ada beberapa perbedaan. Dengan rincian sebagai berikut:

Dalam sujud tilawah, jemaah harus mengikuti imam dalam melakukan atau meninggalkannya, artinya jika imam melakukan pekerjaan itu, jemaah juga harus ikut serta dalam pekerjaan itu, begitu pula sebaliknya. Jika tidak sama, maka shalat berjamaah batal.

Dalam qunut, tidak ada kewajiban mengikuti imam, baik dalam mengerjakan maupun meninggalkannya. Artinya, ketika imam melakukan qunut, makmum boleh melakukannya atau tidak (langsung sujud), begitu pula jika imam tidak melakukan qunut, makmum boleh melakukannya jika dia yakin bisa menyusul imam sebelum qunut. sujud kedua (seperti yang dijelaskan di akhir bab ini).

Dalam tahiyyat awal, makmum harus mengikuti imamnya dalam meninggalkan sendirian. Artinya, jika imam meninggalkan tahiyyat awal, maka makmum juga harus meninggalkannya. Tetapi jika imam melakukannya, jamaah tidak wajib melakukannya (boleh meninggalkannya, dan menunggu imam berdiri).

Semua undang-undang tersebut berlaku jika maksimal melakukannya dengan sengaja dan mengetahui bahwa itu dilarang. Jika tidak disengaja, shalatnya tidak batal tetapi harus menyusul atau menyusul imam.

Yang Tidak Sah Menjadi Imam

  1. Seseorang yang menjadi makmum bagi imam lain (walaupun hanya dugaan atau keraguan)
  2. Seorang ummy menjadi imam bagi makmum Qari'
  3. Wanita yang menjadi imam bagi pria (walaupun masih anak-anak) atau huntisa (banci)
Yang Makruh Menjadi Imam
  1. Orang fasiq adalah orang yang telah melakukan dosa besar atau orang yang berulang kali melakukan dosa kecil dan tidak bertaubat
  2. Orang yang ahli bid'ah (orang-orang yang melakukan hal-hal baru yang negatif dan tidak terkandung dalam syariat Nabi) yang tidak menyebabkan kekufuran.
  3. Orang yang selalu was-was
  4. Orang yang belum dikhitan


Udzur Jama'ah

Alasan yang memungkinkan seseorang untuk tidak melakukan kegiatan berjamaah adalah:

  • Hujan yang membasahi bajunya
  • Cuaca yang sangat panas
  • Cuaca sangat dingin
  • Malam yang sangat gelap
  • Sakit yang menyebabkan tidak bisa shalat dengan khusyuk'
  • Memegang hadast (kencing, buang air besar, kentut)
  • Tidak dapat menemukan pakaian yang layak (padahal sudah ada yang bisa menutupi aurat)
  • Khawatir akan tertinggal rombongan untuk orang yang ingin bepergian yang diperbolehkan
  • Khawatir akan terjadi aniaya ma'shum jika meninggalkannya
  • Tidak kuat menahan tidur sambil menunggu jemaah
  • Sangat haus dan lapar


Makmum Muwafiq dan Masbuq

Muwafiq adalah makmum yang setelah takbir memiliki sisa waktu yang cukup untuk menyempurnakan bacaan fatihah dengan kecetan baca sedang sebelum imam rukuk.

Sedangkan masbuq adalah sebaliknya, yaitu : makmum yang setelah takbir hanya mempunyai sedikit waktu yang tidak cukup untuk menyempurnakan bacaan fatihah sebelum imam rukuk.

Contoh: Asumsikan pembacaan standar al-fatihah dengan kecepatan sedang, berlangsung selama dua menit. Jika saat makmum mengikuti imam masih ada waktu dua menit, maka dia muwafiq, sebaliknya jika kurang dari dua menit maka statusnya masbuq.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa status masbuq tidak hanya pada rakaat pertama saja, tetapi bisa pada rakaat kedua dan seterusnya, bahkan bisa jadi jamaah menjadi masbuq pada semua rakaatnya.

Termasuk dalam kategori masbuq adalah makmum yang ketika takbir, imam telah selesai berdiri, baik saat itu imam dalam keadaan rukuk, i'tidal, sujud dan sebagainya.

Untuk mengantisipasi keterlambatan membaca al-fatihah, menurut para ulama, jika makmum telah melakukan takbiratul ihram, ia langsung membaca al-fatihah tanpa membaca doa atau dzikir terlebih dahulu, kecuali jika ia memiliki kecurigaan bahwa ia dapat menyelesaikan bacaannya. fatihah sebelum imam rukuk.

Hukum Makmum Muwafiq

Harus menyempurnakan al-fatihah.

Dalam menyempurnakan al-fatihahnya, ia perboleh meninggalkan imam hingga dua rukun pendek jika tidak ada alasan dan tiga rukun panjang jika ada alasan (seperti di atas).

Fase-fase Rukun fi'li

ketika Ma'mum Masbuq Mengikuti Imam

Saat mengikuti imam saat berdiri

Yang harus dilakukan pertama adalah takbiratul ihram, kemudian langsung membaca al-fatihah tanpa menundanya dengan doa, dzikir sunnah, atau diam terlebih dahulu. Kemudian jika sebelum dia menyelesaikan al-fatihahnya, imam telah melakukan rukuk, maka dia harus segera rukuk mengikuti imam, sedangkan kekurangan al-fatihah sudah menjadi tanggung jawab imam dan tidak perlu diselesaikan.

Saat mengikuti imam saat rukuk

Usai takbiratul ihram, jamaah langsung mengikuti imam yang masih rukuk (tanpa membaca al-fatihah terlebih dahulu). Kemudian jika makmum rukuk bersama imam masih ada waktu untuk tuma'ninah bersama, maka apa yang dilakukannya dicatat sebagai rakaat. Sebaliknya jika makmum rukuk, sedang imam sudah mulai berdiri. I'tidal, lalu apa yang telah dia lakukan tidak dicatat sebagai rakaat.

Saat mengikuti imam di rukun i'tidal atau sebagainya

Setelah takbiratul ihram, makmum segera mengikuti imam sesuai dengan kondisi imam saat itu, artinya ketika imam sujud, makmum langsung sujud, ketika imam duduk, makmum langsung duduk, dan seterusnya.

Selanjutnya, jika imam melakukan salam dan jamaah masih memiliki sisa rakaat yang belum selesai, maka ketika hendak berdiri, ia disunat untuk takbir Intiqal dengan mengangkat kedua tangan ke bahu (seperti takbiratul ihram). Hal ini jika duduk yang dilakukan dengan imam adalah duduk yang harus dilakukan (untuk tasyahhud) jika jamaah sholat sendirian.

Contoh: Dalam shalat isya (misalnya) makmum telah melewatkan dua rakaat, ketika imam melakukan tahiyyat terakhir, makmum juga melakukan tahiyyat, ketika imam salam dan makmum akan berdiri, dia disunat takbir dengan mengangkat tangannya, karena dia duduk tahiyyat yang dia lakukan bersama dengan imam yang duduk yang harus dia lakukan sebagai tahiyyat awal jika dia sholat sendirian. 

Lain halnya jika dia melewatkan satu atau tiga rakaat, ketika imam telah salam, dia tidak sunah dengan takbir atau mengangkat tangannya, karena duduk tahiyyat yang dia lakukan bersama imam bukanlah duduk yang seharusnya dia lakukan.

Imam Melakukan Tindakan yang Tidak Benar

Jika di tengah-tengah shalatnya imam bertindak tidak tepat, maka hal-hal yang harus dikerjakan oleh jamaah dapat dirinci sebagai berikut:

Ketika imam menambahkan rakaat

Sikap berjamaah harus mengingatkan dengan membaca tasbih disertai niat berdzikir, jika imam melanjutkan kesalahannya lebih baik menunggu sampai selesai atau boleh mufaraqah

Contoh: Ketika imam dan makmum berada dalam tahiyyat akhir, imam secara tidak sengaja berdiri lagi untuk menambah rakaat yang telah selesai. Dalam situasi itu, sunnah bagi makmum untuk mengingatkan imam dengan membaca subhanallah (dengan niat dzikir). 

Ketika imam menyadari kesalahannya, dia harus kembali ke tempat duduknya dan bersujud sahwi dan kemudian salam ( baca: macam-macam sujud dan bacaannya) . Jika setelah diingatkan, imam melanjutkan, maka jamaah boleh menunggunya dengan duduk sampai imam selesai dan kemudian salam setelah imam salam. Jika tidak mau menunggu imam, bisa mufaraqah, caranya dengan niat meninggalkan jamaah bersama imam, lalu salam tanpa menunggu imam.

Ketika imam melakukan hal-hal yang membatalkan shalat

Sikap Makmum, jika masih ada kemungkinan shalat imam tidak batal, makmum harus baik sangka, dalam arti menganggap bahwa apa yang dilakukan imam tidak membatalkan shalat. Jika makmum yakin bahwa imam telah membatalkan shalatnya, ia harus mufaraqah.

Contoh: Imam tidak membaca basmalah ketika al-fatihah, jika antara takbir dan ayat setelah basmalah dibacakan imam, masih ada tenggang waktu yang mungkin digunakan untuk membaca basmalah, jamaah harus bersikap baik. Dalam arti, misalkan imam telah membaca basmalah yang tidak didengar oleh mamum. Sebaliknya, jika tidak ada batasan waktu antara takbir dan ayat setelah basmalah yang dapat digunakan untuk membaca basmalah, maka jamaah harus mufaraqah, karena sudah pasti imam tidak membaca basmalah. Ini bisa dianalogikan dengan contoh lain seperti.

Ketika Imam tidak melakukan tahiyyat awal

Sikap jamaah harus segera berdiri mengikuti imam jika setelah sujud kedua, imam tidak duduk istirahat. Sebaliknya, jika imam duduk dan beristirahat, jamaah tetap diperbolehkan melakukan tahiyyat awal.

Ketika imam tidak melakukan qunut

Sikap umum tersebut dirinci sebagai berikut:

  1. Sunnah melakukan qunut, jika dia yakin dia bisa mengikuti imam di sujud awal.
  2. Anda dapat melakukan ini jika Anda yakin bahwa Anda dapat mengikuti imam dalam duduk di antara dua sujud.
  3. Tidak bisa, jika yakin hanya bisa mengikuti imam pada sujud kedua

Post a Comment for "Tata Cara Sholat Berjamaah dan Syaratnya"